Lebah tak bersengat (Stingless) merupakan salah satu marga lebah sosial yang termasuk suku Apidae (Gambar 1). Di beberapa daerah di Indonesia lebah tak bersengat ini dikenal dengan beberapa nama, antara lain Teuwel (Jawa Barat) dan Klanceng (Jawa Tengah dan Jawa Timur). Sementara itu di Sumatra Barat disebut Galo-galo.
Penyebaran lebah tak bersengat terdapat di daerah tropik dan subtropik atau wilayah yang dilalui garis khatulistiwa. Diperkirakan sekitar 200 jenis lebah tak bersengat yang sudah diketahui terdapat di wilayah tropik dan subtropik, di kawasan Asia Tenggara diketahui kira – kira terdapat 50 jenis lebah tak bersengat. Sementara itu, di Indonesia masih belum diketahui secara pasti berapa jumlah jenisnya. Menurut Schwarz (1937) terdapat 31 jenis di Kalimantan, 41 jenis di pulau Sumatra, dan 9 jenis di pulau Jawa. Menurut ahli lebah tak bersengat Sakagami, pada tahun 1987 jumlah jenis yang terdapat di pulau Jawa sudah berkurang menjadi 6 yaitu Trigona laeviceps, T. itama, T. drescheri, T. apicalis, T. thoracica, dan T. terminata. (Sakagami et al. 1990).
Lebah tak bersengat berperan penting dalam proses penyerbukan tanaman bunga. Proses penyerbukan terjadi bila serbuk sari menempel pada kepala putik. Serbuk sari yang menempel pada kepala putik bisa jadi berasal dari bunga itu sendiri atau dari bunga lain dari tanaman tersebut, bisa juga dari bunga tanaman lain yang sejenis. Akan tetapi tidak semua tanaman berbunga mampu melakukan penyerbukan sendiri, oleh karena itu diperlukan perantara yang dapat membantu terjadinya proses penyerbukan. Ada beberapa perantara yang mampu membantu proses penyerbukan yaitu : air, angin, serangga, burung dan kelelawar (Crene & Walker 1984). Organisme penyerbuk yang sering dijumpai di alam adalah kelompok serangga, umumnya kelompok serangga berbulu lebat yaitu kelompok lebah (Apidae).
Lebah tak bersengat merupakan salah satu marga dari suku Apidae yang berperan sebagai penyerbuk pada banyak jenis tanaman seperti rambutan, mangga, durian, dan lainnya. Seiring dengan lingkungan yang semakin rusak maka populasi lebah ini semakin tertekan. Di sisi lain informasi mengenai perbanyakan koloni masih sangat kurang dan belum ada laporan pengelolaan penyerbukan untuk intensifikasi pertanian dan penghasil madu. Oleh sebab itu, informasi mengenai aspek-aspek biologi lebah tak bersengat perlu dipahami sebagai pengetahuan dasar pengembangan dan pelestariannya. Sehingga ke depannya dapat dibudidayakan sebagai penghasil madu dan hasil sampingan yang lain.